Sabtu, 04 April 2015

Dan Aku Kembali Berkisah Tentang Kita



Bandung, 29 Maret 2015

Maret akan segera berlalu dan April telah menjelang. Kemudian? Mei akan datang.
Bagaimana perasaanmu? Adakah yang berbeda? Apakah keseharianmu berubah?

Kau bertanya tentang hariku, kak?
Masih sama. Aku masih berkutat dengan laptop. Masih berjuang menuntaskan apa yang sudah kumulai. Berjuang mendapatkan ijazah yang deadline-nya sudah di depan mata.

Hariku masih serupa yang dulu. Masih ditemani bacaan sebelum tidur. Masih mengisi pagi dengan membaca timeline dan dilanjutkan membaca bahan tulisan. Setiap waktu luangku pun masih diisi oleh lembaran berisi kata-kata yang ditulis seseorang.

Tapi ada sedikit yang berbeda.
Saat membaca tentang pernikahan aku menjadi jauh lebih tertarik. Aku jadi ingin tahu tentang kriteria “bahagia” bagi sebuah rumah tangga. Aku menjadi penasaran tentang “pria dan komitmen”. Aku pun jadi mudah terenyuh oleh kisah tentang seorang pria yang mencintai dengan tulus dan mendampingi tanpa jenuh. Kisah tentang laki-laki pejuang yang lemah lembut. Dan aku pun jadi sangat tertarik membaca artikel tentang istri ideal.

Ya, ada yang sedikit berubah. Jika melihat sesuatu aku mulai berpikir tentang, “Ah, dia mungkin akan menyukainya.” Atau saat aku membaca tulisan tentang suatu tempat aku akan berpikir bahwa suatu hari aku kelak akan mengunjunginya bersamamu. Dan lebih konyol lagi, aku berpikir tentang tanggapanmu pada kebiasaanku yang harus membaca sebuah buku sebelum tidur. 

Dan kini aku semakin merasa bahwa ada yang berubah. Aku tengah memikirkan rencana masa depanku. Tentang impianku menjadi penulis. Dan kini aku bertanya-tanya. Bagaimana kamu akan memposisikan diri atas mimpi ini? Di mana aku harus menempatkanmu dalam pengejaran mimpiku ini?

Banyak yang meragu. Berpikir bahwa menikah akan mengekangku dari pengejaran atas mimpi-mimpiku. Ada yang bahkan berkata bahwa kelak setelah menikah aku tidak akan punya waktu menyelesaikan semua rencanaku. Menyelesaikan semua buku-buku yang ingin kutulis. Sebab aku akan terlalu sibuk menurutimu. Menuruti aturan-aturanmu atas posisiku sebagai seorang istri.
Sumber foto di sini

Ah, mereka tidak mengenalmu. Mereka hanya menilaiku. Tanpa mau melihat keteguhan, keterbukaan dan perlindungan yang kau tawarkan untukku.

Kau adalah laki-laki yang ketika mengetahui aku sakit karena kelelehan tidak berkata, “Tuh kan. Kamu terlalu sibuk sih. Makanya sakit.”
Kamu adalah orang yang akan dengan segera berkata, “Istirahat dulu. Minum obat. Biar besok bisa tetap melanjutkan kesibukanmu.”

Lihatlah, lelaki itukah yang akan mengekangku? Laki-laki yang mengingatkan bahwa kesehatanku penting demi keberlangsungan semua aktivitas. Bukannya berpikir bahwa kesibukanku merusak kesehatanku.

Jadi, bolehkah aku memupuk lagi tambahan kepercayaan bahwa kelak kamu akan menjadi pendukung terkuatku?

2 komentar:

  1. Ketika menikah, .... beebra wanita muda akan bingung dengan apa yang akan dilakukannya. Mereka tidak tahu apa yg akan dilakukannya lg selain masak, menunggu suami pulang dan kelak mengasuh anak. Setiap kali hatinya merajuk ingin menggapai cita-cita masa lajangnya yg masih menggantung dlm lembar ijazah, suaminya akan berkata: lah, nanti siapa yg ngurusin aku?
    Beberapa wanita lainnya, terbiasa mendengar suaminya berkta: Buat apa kuliah tinggi2, kalau cuma di dapur saja.
    Dan ada juga para suami yg berkata: Kejarlah cita-citamu setinggi-tingginya, tapi jangan kau lupàkan hakku dan anak2 kita yg menunggumu bercerita sebelum tidur.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ini salah satu kebimbangan yang mendera perempuan saat harus memutuskan untuk menikah. Adakah pasangannya mampu mendukungnya atau "memenjara"kannya.

      Makasih sudah mampir Sharot (^_^)

      Hapus