Membuat keputusan untuk menikah bukan hal yang mudah. Terlebih
menjalaninya.
Keraguan yang datang satu persatu pun tidak membantu sama sekali.
Bayangkan, sebelum memutuskan menikah, aku seolah tidak memiliki
kesempatan untuk menikah. Mimpiku untuk menjadi penulis rasanya masih sangat
jauh. Namun ternyata, setelah aku memutuskan untuk menerima lamaran dari
laki-laki yang baru kukenali, tawaran menjadi dosen datang. Satu persatu
pengakuan untuk tulisanku datang.
Bahkan siang ini ada seseorang yang dengan cukup serius bertanya
padaku, “Apakah kamu sudah yakin ingin menikah sekarang? Tidak takut
mimpi-mimpimu harus kamu kubur?”
Ini jelas pertanyaan yang akan muncul dalam diri perempuan yang
masih punya mimpi yang ingin dia kejar. Tapi bukan berarti ini menjadi halangan
untuk menikah. Bukan berarti pertanyaan ini membuat keputusan untuk menikah
dibatalkan. Seharusnya pertanyaan semacam ini menjadi pendorong untuk berpikir
lebih jauh.
Seberapa yakinkah kita pada pasangan? Seberapa calon pendamping
ini siap mendukung mimpi-mimpi kita? Adakah ia menerima kita apa adanya? Dengan
segala kesibukan, prinsip, kekurangan dan kemampuan kita? Seharusnya ketika
memutuskan untuk menikah, ada sebuah jawaban yang meyakinkan yang datang dari
diri kita sendiri. Bukan dari mulut si calon pendamping apalagi dari orang
lain.
Jadi, sebelum memutuskan menikah, sebaiknya keyakinan ini sudah
ada terhadap calon pendamping. Jika tidak, coba bicarakan dan tinjau ulang
keputusan itu.